Senin, 30 Mei 2011

Hukum Seputar Idul Fithri (I)

1. Mempersiapkan shalat Iedul Fithri dengan membersihkan diri dan memakai pakaian yang paling bagus.

Imam Malik dalam kitab Muwaththa’-nya mentakhrij sebuah hadits dari Nafi’, ia berkata, “Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma dahulu mandi pada hari Iedul Fithri sebelum mendatangi tempat shalat”. Riwayat ini sanadnya shahih.

Ibnul Qayyim berkata “Telah shahih dari Ibnu ‘Umar, dan diketahui pula bahwa beliau adalah orang yang semangat dalam mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dahulu mandi pada hari raya sebelum ia keluar (ke tempat shalat). (Zaadul Ma’aad 1/442).

Dan telah shahih pula dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, dalam hal memakai pakaian yang paling baik pada dua hari raya. Ibnu Hajar berkata, “Diriwayatkan dari Ibnu Abi Ad-Dunya dan Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih yang sampai kepada Ibnu ‘Umar, bahwasanya dia memakai pakaian yang paling bagus pada dua hari raya.” (Fathul Bari 2/51).

2. Disunnahkan sebelum keluar melaksanakan shalat ‘Iedul Fithri, agar memakan beberapa biji kurma dengan jumlah ganjil, misalnya tiga, lima atau lebih banyak dari itu dalam bilangan ganjil.

Berdasarkan hadits Anas radhiyallahu’anhu, dia berkata,

“Dahulu Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak keluar pada pagi hari ‘Iedul Fithri, sampai beliau memakan beberapa kurma, dan beliau memakannya dalam jumlah ganjil”. (HR.Al-Bukhari)

3. Disunnahkan untuk bertakbir dan mengeraskan takbir pada hari raya. Adapun bagi wanita adalah dengan merendahkan suaranya, dimulai sejak keluar dari rumah sampai ke tempat shalat.

Berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dahulu keluar dari rumahnya pada dua hari raya… Beliau mengangkat suaranya dengan tahlil dan takbir…” (Hadits shahih dengan berbagai penguat, lihat Al-Irwaa’ 3/123).

Dan dari Nafi’, ia berkata “Sesungguhnya Ibnu ‘Umar ketika keluar pada pagi hari Iedul Fithri dan hari Iedul Adha, beliau mengeraskan takbir hingga sampai di tempat shalat, kemudian bertakbir sampai imam datang, lalu bertakbir dengan takbirnya imam tersebut (mengikuti takbir imam)”. (HR. Ad-Daruquthni dengan sanad shahih)

Dan di antara bentuk takbir yaitu yang telah tetap dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, bahwasanya ia bertakbir pada hari-hari tasyriq (dengan membaca):

الله أكبر ، الله أكبر ، لا إله إلا الله . والله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد

Allahu akbar, Allahu akbar, Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamdu
Artinya:
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, dan Allah Maha Besar, dan bagiNya semua pujian”. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih)

Perhatian:
Bertakbir secara berjama’ah dengan satu suara (bersama-sama) tidak dituntunkan/tidak ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dan tidak pula dari seorang pun dari kalangan sahabatnya. Adapun yang benar adalah setiap orang bertakbir dengan sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar