Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, musim berbagai macam ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersede-kah, berbuat baik, dzikir, do'a, istighfar, memohon Surga, berlindung dari masuk Neraka serta macam-macam ibadah dan amal kebajikan lainnya.
Orang yang beruntung adalah yang menjaga setiap detik waktunya, baik di siang atau malam hari untuk berbagai amal perbuatan yang menjadikannya berbahagia serta lebih dekat kepada Allah, sesuai dengan yang diperintahkan, tanpa menambah atau mengurangi. Karena itu, setiap muslim wajib belajar tentang hukum-hukum puasa.
Sayangnya, tak sedikit orang yang melalaikan masalah ini, sehingga banyak terjerumus pada kesalahan-kesalahan. Di antara kesalahan-kesalahan yang jamak (umum) dilakukan orang berkaitan dengan bulan Ramadhan adalah:
1. Tidak mengetahui hukum-hukum puasa serta tidak menanyakannya.
Padahal Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui." ( An-Nahl: 43).
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya." ( Muttafaq Alaih).
2. Menyambut bulan suci Ramadhan dengan hura-hura dan bermain-main.
Padahal yang seharusnya adalah menyambut bulan yang mulia tersebut dengan dzikir dan bersyukur kepada Allah, karena masih diberi kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan. Lalu hendaknya ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, kembali kepada Allah serta melakukan muhasabatun nafs (perhitungan dosa-dosa pribadi), baik yang kecil maupun yang besar, sebelum datang hari Perhitungan dan Pembalasan atas setiap amal yang baik maupun yang buruk.
3. Ta'at hanya di bulan Ramadhan.
Sebagian orang, bila datang bulan Ramadhan mereka bertaubat, shalat dan puasa. Tetapi jika bulan Ramadhan telah berlalu mereka kembali lagi meninggalkan shalat dan melakukan berbagai perbuatan maksiat. Alangkah celaka golongan orang seperti ini, sebab mereka tidak mengetahui Allah kecuali di bulan Ramadhan. Tidakkah mereka mengetahui bahwa Tuhan bulan-bulan pada sepanjang tahun adalah Satu jua? Bahwa maksiat itu haram hukumnya di setiap waktu? Bahwa Allah mengetahui perbuatan mereka di setiap saat dan tempat?
Karena itu, hendaknya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuha (sebenar-benar taubat), meninggalkan maksiat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan di masa lalu, selanjutnya berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya di kemudian hari. Dengan demikian insya Allah taubat mereka akan diterima, dan dosa-dosa mereka diampuni.
4. Beranggapan keliru.
Sebagian orang beranggapan bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan di siang hari, serta untuk begadang di malam hari. Lebih disayangkan lagi, mayoritas mereka begadang dalam hal-hal yang dimurkai Allah, berhura-hura, bermain yang sia-sia (seperti main kartu dsb.), menggunjing, adu domba dan sebagainya. Hal-hal semacam ini sangat berbahaya dan merugikan mereka sendiri.
Sesungguhnya hari-hari bulan Ramadhan merupakan saksi ta'atnya orang-orang yang ta'at dan saksi maksiatnya orang-orang yang ahli maksiat dan lupa diri.
5. Bersedih dengan datangnya bulan Ramadhan.
Sebagian orang ada yang merasa sedih dengan datangnya bulan Ramadhan dan bersuka cita jika bulan Ramadhan berlalu. Sebab mereka beranggapan bulan Ramadhan akan menghalangi mereka melakukan kebiasaan maksiat dan menuruti syahwat. Mereka berpuasa sekedar ikut-ikutan dan toleransi. Karena itu mereka lebih mengutamakan bulan-bulan lain daripada bulan Ramadhan. Padahal ia adalah bulan penuh barakah, ampunan, rahmat dan pembebasan dari Neraka bagi setiap muslim yang melakukan kewajiban-kewajibannya dan meninggalkan setiap yang diharamkan atasnya, mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala yang dilarang.
6. Begadang untuk sesuatu yang tidak terpuji.
Banyak orang yang begadang pada malam-malam Ramadhan dengan melakukan sesuatu yang tidak terpuji, bermain-main, ngobrol, jalan-jalan atau duduk-duduk di jembatan atau trotoar jalan. Pada tengah malam mereka baru pulang dan langsung sahur kemudian tidur. Karena kelelahan, mereka tidak bisa bangun untuk shalat Shubuh berjamaah pada waktunya.
Ada banyak kesalahan dan kerugian dari perbuatan semacam ini:a. Begadang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam membenci tidur sebelum Isya' dan bercengkerama (ngobrol) setelahnya kecuali dalam hal kebaikan. Dalam hadits riwayat Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh bercengkerama kecuali bagi orang yang shalat atau bepergian." (As-Suyuthi berkata, hadits ini hasan).
b. Sia-sianya waktu mereka yang sangat berharga. Mereka sama sekali tidak memanfaat-kannya sedikitpun. Padahal masing-masing orang akan menyesali setiap waktu yang ia lalui tanpa diiringi dengan mengingat Allah di dalamnya.
c. Menyegerakan sahur sebelum waktu yang dianjurkan. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan sahur pada akhir malam sebelum terbit fajar.
Musibah terbesar mereka adalah tidak dapat menunaikan shalat Shubuh berjamaah tepat pada waktunya. Betapa tidak, sebab pahala shalat Shubuh berjamaah menyamai shalat satu malam atau separuhnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:"Barangsiapa shalat Isya' berjamaah maka seakan-akan ia shalat separuh malam dan barangsiapa shalat Shubuh berjamaah maka seakan-akan ia shalat sepanjang (satu) malam." (HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu).
Orang yang meninggalkan shalat Shubuh secara berjamaah tersebut berkarakter sebagaimana orang-orang munafik, mereka tidak melakukan shalat kecuali dalam keadaan malas, mengakhirkan waktunya dan tidak berjamaah. Mereka mengharam-kan dirinya dari mendapatkan keutamaan serta pahala yang besar.
7. Hanya menjaga hal-hal lahiriah.
Banyak orang yang menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriah seperti makan, minum dan bersenggama dengan isteri, tetapi tidak menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara mak-nawiyah seperti menggunjing, adu domba, dusta, melaknat, mencaci, memandang wanita-wanita di jalanan, di toko, di pasar dan sebagainya.
Seyogyanya setiap muslim memperhatikan puasanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan membatalkan puasa. Sebab betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga belaka. Betapa banyak orang yang shalat, tetapi ia tidak mendapatkan kecuali begadang dan letih saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum."(HR. Al Bukhari).
8. Meninggalkan shalat taraweh.
Padahal telah dijanjikan bagi orang yang menjalankannya -karena iman dan mengharap pahala dari Allah- ampunan akan dosa-dosanya yang telah lalu. Orang yang meninggalkan shalat taraweh berarti meremehkan adanya pahala yang agung dan balasan yang besar ini.
Ironinya, banyak umat Islam yang meninggal-kan shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada awal-awal bulan Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka, shalat taraweh hanyalah sunnah belaka.
Benar, tetapi ia adalah sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Khulafaur Rasyidin dan para Tabi'in yang mengikuti petunjuk mereka. Ia adalah salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dan salah satu sebab bagi ampunan dan kecintaan Allah kepada hambaNya. Orang yang meninggalkannya berarti tidak mendapatkan bagian daripadanya sama sekali. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Dan bahkan mungkin orang yang melakukan shalat taraweh itu bertepatan dengan turunnyaLailatul Qadar, sehingga ia mendapatkan keberuntungan dengan ampunan dan pahala yang amat besar.
9. Puasa tetapi tidak shalat.
Sebagian orang ada yang berpuasa, tetapi meninggalkan shalat atau hanya shalat ketika bulan Ramadhan saja. Orang semacam ini puasa dan sedekahnya tidak bermanfaat. Sebab shalat adalah tiang dan pilar utama agama Islam.
10. Bepergian agar punya alasan berbuka.
Sebagian orang melakukan perjalanan ke luar negeri pada bulan Ramadhan untuk tujuan yang baik, tetapi agar bisa berbuka puasa dengan alasan musafir.
Perjalanan semacam ini tidak dibenarkan dan ia tidak boleh berbuka karenanya. Sungguh tidak tersembunyi bagi Allah tipu daya orang-orang yang suka menipu. Sebagian besar orang yang melakukan hal tersebut adalah para tukang mabuk dan minum-minuman keras. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari yang demikian.
11. Berbuka dengan sesuatu yang haram.
Seperti minuman yang memabukkan, rokok dan sejenisnya. Atau berbuka dengan sesuatu yang didapatkan dari yang haram. Orang yang makan atau minum dari sesuatu yang haram tak akan diterima amal perbuatannya dan tak mungkin pula do'anya dikabulkan.
12. Tergesa-gesa dalam shalat.
Sebagian imam-imam masjid dalam shalat tarawih amat tergesa-gesa dalam shalatnya. Mereka melakukan gerakan-gerakan dalam shalatnya dengan amat cepat, sehingga menghilangkan maksud shalat itu sendiri. Mereka dengan cepat membaca ayat-ayat suci Al- Qur'an, padahal semestinya ia membaca secara tartil. Mereka tidak thuma'ninah (tenang) ketika ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud, ini adalah tidak boleh dan shalat menjadi tidak sempurna karenanya.
Seyogyanya setiap imam thuma'ninah ketika berdiri, duduk, ruku', sujud, bangun dari ruku' dan ketika duduk antara dua sujud.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada orang yang tidak thuma'ninah dalam shalatnya, artinya:"Kembalilah, lalu shalatlah karenasesungguh-nya engkau belum shalat." (Muttafaq Alaih).
Dan seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni ia tidak menyempurnakan ruku', sujud dan bacaan dalam shalatnya.
Shalat adalah timbangan, barangsiapa menyempurnakan timbangannya maka akan disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa curang maka Neraka Wail-lah bagi orang-orang yang curang.
13. Memanjangkan doa' qunut,
Berdo'a dengan do'a-do'a yang bukan dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, hal yang terkadang membuat bosan dan keengganan para makmum shalat bersamanya.
Sebenarnya, do'a yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi wasallam dalam qunut witir adalah ringan dan mudah.
Dari Hasan bin Ali radhiallahuanhuma , ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan (sebagai do'a) dalam qunut witir yaitu:
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus, berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan qadha' (ketentuan)Mu, sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada yang memberi qadha' kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan).
Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam do'a qunut yang lebih baik dari ini.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pada akhir shalat witir mengucapkan:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu dari kemurkaanMu, dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu daripada (murka dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian atasMu sebagaimana pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan).
14. Tidak memperhatikan sunnah.
Adalah sunnah setelah salam dari shalat witir mengucapkan:
"Maha Suci Tuhan Yang Maha Menguasai dan Mahasuci." sebanyak tiga kali. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Nasa'i dengan sanad shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak mengucapkannya. Untuk itu, para imam dan penceramah perlu mengingatkan jama'ahnya dalam masalah ini.
15. Mendahului imam.
Banyak didapati para makmum mendahului imam dalam shalat tarawih dan shalat-shalat lainnya, baik dalam memulai gerakan ketika ruku', sujud, berdiri atau duduk. Ini adalah tipu daya setan dan salah satu bentuk peremehan terhadap masalah shalat.
Ada empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama'ah. Satu daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang dilarang itu adalah makmum mendahului imam, menyelisihi (terlambat daripada)nya dan menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat daripadanya.
Orang yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?" (Muttafaq Alaih).
Hal ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek sehingga ia tidak mendapatkan pahala daripadanya. Seandainya dia dianggap telah shalat tentu ia diharapkan mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi, pengubahan Allah kepalanya menjadi kepala keledai adalah salah satu bentuk siksaanNya.
16. Makmum membaca mushaf.
Sebagian makmum ada yang membawa mushaf Al-Qur'an ketika shalat tarawih, mereka mengikuti bacaan imam dengan melihat mushaf Al-Qur'an. Pekerjaan ini adalah tidak disyari'atkan dan juga tidak didapatkan dalam amalan para salaf. Ia tidak boleh dilakukan kecuali bagi orang yang ingin membetulkan imam jika salah.
Yang diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal ini berdasarkan firman Allah, artinya: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat."( Al A'raf: 204).
Imam Ahmad berkata: "Banyak orang sepakat bahwa ayat ini maksudnya adalah ketika dalam keadaan shalat". Lalu, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam"At- Tanbiihat 'Alal Mukhaalafati Fis Shalah", beliau berkata: "Sesungguhnya pekerjaan ini (makmum membaca mushaf Al-Qur'an ketika shalat) menjadikan makmum tidak khusyu' dan tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk pekerjaan sia-sia."
17. Mengeraskan do'a qunut.
Sebagian imam masjid mengeraskan suaranya ketika do'a qunut lebih dari yang seharusnya. Padahal tidak diperkenankan mengeraskan suara kecuali sebatas agar bisa didengar oleh makmum, dan sesungguhnya Allah berfirman, artinya: "Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al- A'raaf : 55).
Ketika para sahabat mengeraskan suara saat bertakbir, seketika Rasulullah shallallahu alaihi wasalam melarang mereka dari yang demikian, seraya bersabda: "Rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib."(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
18. Memendekkan bacaan shalat.
Sebagian besar imam-imam masjid dalam shalat-shalat yang disyari'atkan tidak memanjangkan bacaan seperti ketika shalat tarawih dan shalat kusuf (gerhana), mereka tidak memanjangkan bacaan bahkan sebagiannya melakukan ruku', sujud, bangun dari ruku' dan duduk antara dua sujud dengan sangat cepat.
Shalat yang disyari'atkan adalah shalat yang sesuai dengan teladan dan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam. Adapun ukuran ruku' dan sujud Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah tak jauh berbeda dengan saat beliau berdiri. Dan bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari ruku', beliau diam berdiri (lama) sehingga seorang sahabat berkata beliau telah lupa. Dan jika beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau duduk lama sehingga ada sahabat yang berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah lupa. Al-Bara' bin Azib radhiallahu anhu berkata: "Aku shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam maka aku dapati berdirinya, ruku'nya, sujudnya dan duduknya antara dua sujud hampir sama (antara semuanya). Dalam riwayat lain disebutkan: "Tidaklah (beliau) berdiri kecuali hampir sama dengan duduknya." Maksudnya, bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memanjangkan berdirinya, maka beliau juga memanjangkan ruku', sujud dan duduk antara dua sujud. Sebaliknya, jika beliau meringankan berdirinya (tidak terlalu lama) maka beliau juga meringankan ruku', sujud dan duduk antara dua sujud. Akhirnya, semoga uraian ini menjadi bahan renungan kita bersama di bulan yang mulia dan suci ini, sekaligus bisa menghantarkan kita mengarungi kehidupan di bulan Ramadhan -baik dalam ibadah maupun kehidupan sehari-hari- sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Mudah-mudahan Allah meneguhkan iman Islam kita, mengampuni kita, orang tua kita dan segenap kaum muslimin. Amin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar